BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun termurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Latief. A, 2012).
Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya
pengobatan dan atau upaya perawatan lain diluar ilmu kedokteran dan perawatan.
Pengobatan tradisional yang dilakukan baik secara tradisi maupun dengan
penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah terbukti mempunyai khasiat
sebagai obat perlu dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat sebagai
perwujudan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Empiris).
Akar daun kelor mmengandung zat yang berasa pahit,
getir, dan pedas. Daun kelor mengandung alkaloid, tannin, saponin, dan
flavonoid. Biji kelor mengandung minyak dan lemak (Latief. A, 2012).
Escherichia coli merupakan bakteri pathogen, bakteri pathogen adalah
bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi pada manusia salah satunya yaitu infeksi
saluran pencernaan yakni biasa dikenal dengan diare (Radji. M, 2012).
Diare adalah keadaan dimana
seseorang menderita buang air besar dengan banyak cairan lebih dari tiga kali
sehari, dan merupakan gejala dari penyakit-penyakit tertentu sering dialami
anak-anak dan orang dewasa, bila penderita diare kehilangan banyak cairan maka
dapat menyebabkan kematian, diaman salah satu penyebab penyakit diare ini
adalah adanya infeksi dari Escherichia coli yang biasanya ada di dalam
usus.
Berdasarkan
uraian diatas, dimungkinkan daun kelor (Moringa oleifera) memiliki
potensi sebagai antimikroba terhadap E. coli untuk membuktikan potensi antimikroba daun kelor (Moringa
oleifera) terhadap E. coli
maka dilakukan penelitian berdasarkan pertumbuhan koloni E. coli pada setiap perlakuan konsentrasi
rebusan air daun kelor, sehingga diharapkan dapat bermanfaat dalam pengurangan
penggunaan antibiotika yang dapat menyebabkan resitensi serta dapat mengurangi
biaya pengobatan karena menggunakan bahan herbal yang relatif lebih murah dan
mudah dalam aplikasinya.
Penelitian dilatar belakangi, karena sebagian besar
masyarakat mengolah Daun Kelor menjadi sayuran. Namun Daun Kelor memiliki
banyak manfaat dan efektif membantu mengobati berbagai penyakit, dengan
berbagai senyawa yang terkandung didalamnya. Dan berdasarkan
penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Ahmad Amiruddin pada tahun 2013
dengan menguji ekstrak Biji Kelor dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Dan hasil kesimpulan
penelitian Aditya Nugraha menyatakan bahwa ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dengan pelarut etanol
dengan sangat nyata dapat menghambat aktivitas bakteri E. coli patogen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan, yaitu seberapa besar daya
hambat rebusan Daun Kelor (Moringa
oleifera. Lamk) terhadap pertumbuhan Eschericia coli.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan besarnya daya hambat rebusan Daun Kelor
(Moringa oleifera. Lamk) terhadap
pertumbuhan Eschericia coli.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi peneliti, untuk
menambah wawasan mengenai manfaat Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk) yang dapat diaplikasikan terhadap
masyarakat.
2.
Sebagai referensi bagi
peneliti selanjutnya dan sebagai perbandingan hasil penelitian sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kelor
(Moringa oleifera. Lamk)
1.
Klasifikasi
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub
divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub
kelas : Chorypetalae-Dialypetalae
Bangsa
: Rhoeadales (Brassicales)
Suku
: Moringaceae
Marga
: Moringa
Jenis
: Moringa oleifera. Lamk
(Tjitrosoepomo.
G, 2010)
2.
Nama
Lain
Merunngai (Indonesia); marunggai,
munggai, murong (Sumatera); kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lmpung); marongghi
(Madura); moltong, motong kelohe (Nusa Tenggara); kelo, kero, rowe (Sulawesi);
kawoana (Sumba); ongge (Bima); hau fo (Timor); ben tree (Inggris); benzolive
tree (USA); la mu (China); benboom (Belanda) (Latief. A, 2012).
3.
Nama
Botani
Moringa oleifera.
Lamk., Moringa pterygosperma Gaetrn (Latief.
A, 2012).
4.
Morfologi
Kelor berasal dari India. Kelor dapat
tumbuh dengan baik didataran rendah sampai dengan daerah yang mempunyai
ketinggian 300-500 meter diatas permukaan laut. Di Jawa, kelor sering
dimanfaatkan sebagai tanaman pagar. Selain terdapat ditegalan (tanah terbuka),
kelor juga sering sengaja ditanam di halaman rumah penduduk karena berkhasiat
untuk obat-obatan.
Tumbuhan ini tergolong jenis tumbuhan
perdu yang dapat memiliki ketinggian 7-11 meter. Pohon kelor tidak terlalu
besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang, tetapi
mempunyai akar yang kuat. Daun berbentuk bulat telur, berukuran kecil, dan
bersusun majemukdalam satu tangkai. Ujung daun tumpul, pangkal daun membulat,
dan tepi daun rata. Bunga berwarna putih kekuningan dan tudung pelepah bunga
berwarna hijau. Kelor berbunga sepanjang tahun dan mengeluarkan aroma yang
semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang, yang disebut klenteng
(Jawa), dan getahnya yang telah berubah warna menjadi cokelat disebut blendok
(Jawa). Kelor dapat dikembangbiakkan dengan cara setek (Latief. A, 2012).
5.
Kandungan
Akar daun kelor mengandung zat yang
berasa pahit, getir, dan pedas. Daun kelor mengandung alkaloid, tannin,
saponin, dan flavonoid. Biji kelor mengandung minyak dan lemak (Latief. A, 2012).
6.
Manfaat Daun Kelor
a.
Daun Kelor dapat
membantu untuk melancarkan air kecil.
b.
Mengatasi dan
mengobati penyakit diabetes.
c.
Mengobati penyakit
rematik.
d.
Membantu
pencernaan.
e.
Meningkatkan atau
menambah fungsi pada ekskresi.
(http://daunkelor.org/)
B.
Uraian
Bakteri
1. Pengertian dan sejarah
singkat Escherichia coli
Escherichia coli
adalah jenis organisme yang paling banyak dipelajari, bakteri ini ditemukan
pertama kali oleh Theodore Escherich tahun 1885, hidup disaluran percernaan
manusia maupun hewan (Eckburg et al, 2005).
Escherichia coli merupakan bakteri pathogen, bakteri pathogen adalah
bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi pada manusia (Radji. M, 2012 ).
2.
Klasifikasi
E. coli menurut Todar (2008) sebagai berikut:
Kingdom :
Bakteria
Kelas :
Gamma Proteobacteria
Ordo :
Enterobakteriales
Familia :
Enterobakteriaceae
Genus :
Escherichia
Spesies :
Escherichia coli
3. Morfologi dan fisiologi
Escherichia coli termasuk dalam family Enterobacteriaceae. Bakteri
ini merupakan bakteri gram negative, berbentuk batang pendek (kokobasil),
mempunyai flagel berukuran0,4-0,7 µm, dan mempunyai simpai. Escherichia coli
tumbuh dengan baik hampir semua media perbenihan, dapat meragi laktosa, dan
bersifat mikroaerofilik (Radji. M, 2012).
4. Patogenesis dan gejala penyakit
Hampir semua hawan berdarah panas dapat
dikolonisasi oleh Escherichia coli hanya dalam beberapa jam atau
beberapa hari setelah dilahirkan. Kolonisasi pada bayi dapat terjadi oleh
bakteri yang ada dalam makanan atau air atau dengan kontak langsung melalui
pengasuh bayi. Kolonosasi Escherichia coli dalam saluran cerna manusia
biasanya terjadi setelah 40 hari dilahirkan. Escherichia coli dapat
melekat pada usus besar dan dapat bertahan selama beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Perubahan populasi Escherichia coli terjadi dalam
periode yang lama, hal ini dapat terjadi setelah infeksi usus atau setelah
penggunaan kemoterapi atau antimikrobayang dapat membunuh flora normal.
Infeksi Escherichia coli sering kali berupa
diare yang disertai darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal. Infeksi Escherichia coli pada beberapa penderita,
anak-anak dibawah 5 tahun, dan orang tua dapat menimbulkan komplikasi (Radji.
M, 2012).
5. Media pertumbuhan bakteri
Sejumlah besar mikroorganisme yang tidak banyak
tuntutan, misalnya banyak pseudomonas dalam tanah dan air dan juga Escherichia
colitumbuh subur dalam larutan biak. Sesuatu larutan biak yang dapat dibuat
dari senyawa kimia tertentu , disebut media biak sintetik (Hans G, 1994)
Jenis-jenis media pertumbuhan bakteri yaitu:
f.
Media sintetik
Media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri kemoheterotrof (bakteri yang harus
mengonsumsi molekul organik untuk sumber energi dan karbon). Organisme yang membutuhkan banyak faktor
pertumbuhan disebut fastidious.
g.
Media kompleks
Media perbenihan ini biasanya digunakan secara rutin di laboratorium.
Media ini mengandung nutrisi tinggi, yang terdiri atas ekstrak daging atau
tumbuhan, ataupun protein sederhana dari sumber lain. Protein merupakan sumber
energi bagi bakteri, yaitu dengan mengubah protein menjadi asam amino dengan
menggunakan enzim atau asam sehingga protein dapat dicerna oleh bakteri. Media
kompleks yang berbentuk cairan disebut nutrient broth, sedangkan yang
ditambahkan agar disebut nutrient agar.
h.
Media anaerob
Penanaman bakteri anaerob harus menggunakan media spesial yang dikenal
dengan reducing media. Media ini mengandung natrium tioglikolat. Didalam
tabung reaksi berisi anaerob, ada bagian yang mengandung oksigen da nada bagian
yang tidak mengandung oksigen, yaitu dibagian dasar tabung. Sebelum digunakan,
media ini dipanaskan terlebih dahulu perlahan-lahan untuk menghilangkan oksigen
yang terserap.
i.
Media biakan khusus
Banyak bakteri tidak dapat tumbuh dalam media buatan laboratorium. Pada
umumnya, laboratorium klinik mempunyai teknik untuk membiakkan bakteri aerob
yang membutuhkan CO2 dengan konsentrasi lebih tinggi ataupun lebih
rendah daripada konsentrasi CO2 di udara.
j.
Media selektif dan diferensial
Dalam mikrobiologi kesehatan dan klinik, media selektif dan difrensial
digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri spesifik yang berhubungan
dengan penyakit atau sanitasi yang buruk. Media selektif dirancang untuk
menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan mendukung pertumbuhan
bakteri yang diinginkan. Media diferensial memudahkan pembedaan koloni bakteri
yang diinginkan dari koloni yang tumbuh pada lempeng media yang sama.
k.
Media pengayaan
Bakteri biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan hampir
tidak berkembang jika ada mikroorganisme lain yang tumbuh dengan lebih baik.
Media pengayaan digunakan untuk mengisolasi bakteri yang berjumlah sangat
sedikit (Maksum. R, 2011)
7. Metode Uji Antimikroba
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu system
pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat macam-macam metode uji
antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:
a.
Metode difusi
·
Metode disc diffusion (test Kirby & Bauer) untuk menentukan
aktivitas agen mikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media
agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.
b.
Metode dilusi
·
Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution). Metode
ini mengukur MIC (minimum inhibitor concentrationatau kadar hambat
minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh
minimum, KBM).
·
Metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini serupa
dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan
metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan
untuk menguji beberapa mikroba uji (Sylvia. T, 2008)
C. Rebusan
Bahan segar yang hendak direbus, harus dicuci
bersih. Bila bahannya besar atau tebal seperi daun yang lebar, rimpang, kulit
kayu, atau batang, dapat dipotong tipis seperlunya.
Perebusan dilakukan dalam pot tanah/keramik atau
panic emell. Jangan merebus menggunakan panci dari bahan besi, aluminium atau
kuningan karena dapat menimbulkan endapan, konsentrasi, larutan obat yang
rendah terbentuknya racun atau mmenimbulkan efek samping akibat terjaringnya
reaksi kimia dengan bahan obat.
Bila tidak ditentukan lain biasanya ramuan obat
dimulai dengan api besar sampai mendidih. Selanjutnya api dikecilkan untuk
mencegah air rebusan meluap atau terlalu cepat kering. Kadangkala api besar
atau api kecil digunakan sendiri-sendiri sewaktu merebus obat. Misalnya obat
yang bersifat menguatkan biasanya direbus dengan api kecil sehingga bahan dapat
secara lengkap dikeluarkan kedalam air rebusan.
Tanaman obat yang mengandung racun direbus dengan
api kecil dalam waktu yang lama, sekitar 3-5 jam untuk mengurangi kadar
racunnya. Nyala api yang besar digunakan untuk ramuan obat yang berkhasiat
mengeluarkan keringat, seperti misalnya ramuan obat influenza atau demam.
Maksudnya supaya pendidihan menjadi cepat dan penguapan yang berlebihan dari
zat menguap merupakan komponen aktif tanaman obat dapat dicegah.
Bila tidakditentukan lain, maka perebusan dianggap
selesai, ketika air rebusan tersisa setengah dari jumlah air semula. Bila bahan
obat direbus banyak yang keras seperti biji, batang atau kulit kayu, maka
perebusan selesai setelah air rebusan tersisa sepertiganya (Dalimartha, S
1999).
Ada cara perebusan yang sedikit berbeda dari cara
yang diatas, karenya adanya bahan-bahan yang memerlukanperlakuan khusus,
seperti misalnya:
1.
Direbus terlebih dahulu
Dilakukan
bila bahan obat yang besar atau keras dan sukar diekstrak seperti kulit, kerang atau mineral. Bahan tersebut dihancurkan dan direbus terlebih dahulu
kira-kira 10 menit sebelum bahan obat lainnya dimasukkan.
2.
Direbus paling terakhir
Dilakukan
bila ada bahan obat yang mudah menguap atau bahan yang aktifnya mudah terurai.
Misalnya akar costus atau pewangi. Bahan tersebu dimasukkan terakhir kira-kira
4-5 menit menjelang rebusan obat siap diangkat.
3.
Direbus dalam bungkusan
Beberapa
seperti biji daun sendok dan bunga inula, harus dibungkus terlebih dahulu dengan
kain sebelum direbus. Jika tidak menimbulkan kekeruhan dan menghasilkan bahan
yang dapat menimbulkan iritasi pada tenggorokan.
4.
Didihkan perlahan-lahan atau direbus terpisah
Perebusan
dengan cara ini dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan kerusakan zat
berkhasiat atau terserapnya zat berkhasiat bila direbus bersama bahan lain.
Contohnya ginseng, diiris
tipis-tipis kemudian direbus terpisah dalam pot tertutup dengan api kecil
selama 2-3 jam.
5.
Dilarutkan melalui penyeduhan
Ada beberapa
macam bahan obat yang lengket, kental atau mudah terurai bila direbus terlalu
lama dengan bahan obat lainnya atau mudah melekat didinding pot atau bahan obat
lain, sehingga pengeluaran bahan aktif obat lain terlambat. Contohnya jelatin
kulit kedelai maltsugar. Bahan yang seperti ini tidak direbus bersama bahan
lain. Masukkan kedalam cangkir, lalu seduh dengan air rebusan obat (Dalimartha,
S 1999).
D.
Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah spektrum luas
Poliketida antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces genus dari Actinobacteria,
diindikasikan untuk digunakan melawan infeksi bakteri banyak. Ini adalah inhibitor sintesis protein. Hal ini umumnya digunakan untuk mengobati
jerawat hari ini, dan yang lebih baru, rosacea , dan memainkan peran historis
dalam memerangi kolera di negara maju.
Itu dijual dengan merek Sumycin, Terramycin, Tetracyn, dan Panmycin,
antara lain. Actisite adalah seperti bentuk-serat benang, digunakan dalam
aplikasi gigi. Hal ini juga digunakan
untuk memproduksi turunan semi-sintetik beberapa yang bersama-sama dikenal
sebagai antibiotik tetrasiklin.
Menurut farmakope Indonesia Edisi
4, Tetrasiklin memiliki pemerian serbuk hablur kuning, tidak berbau. Stabil di
udara tetapi pada pemaparan dengan cahaya matahari kuat, menjadi gelap. Dalam
laruta dengan pH lebih kecil dari 2, potensi berkurang dan cepat rusak dalam
larutan alkali hidroksida.
Tetrasiklin mempunyai kelarutan
sangat sukar larut dalam air, larut dalam 50 bagian etanol (95%) P, praktis
tidak larut dalam kloroform P, dan dalam eter P. Larut dalam asam encer, larut
dalam alkali disertai peruraian.
Tetrasiklin adalah salah satu
antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein pada perkembangan organisme.
Antibiotik ini diketahui dapat menghambat kalsifikasi dalam pembentukan tulang.
Tetrasiklin diketahui dapat menghambat sintesis protein pada sel prokariot
maupun sel eukariot. Mekanisme kerja penghambatannya, yaitu tetrasiklin
menghambat masuknya aminoasil-tRNA ke tempat aseptor A pada kompleks
mRNA-ribosom, sehingga menghalangi penggabungan asam amino ke rantai peptide.
Tetrasiklin
digunakan sebagai kontrol positif karena umumnya masyarakat menggunakan sebagai
obat diare. Dan cocok sebagai pembanding pada penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah jenis penelitian eksperimen laboratorium yakni uji daya hambat rebusan
Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk)
terhadap pertumbuhan Escherichia coli.
B.
Tempat Pengambilan Bahan Uji
Bahan uji Daun
Kelor diambil dari Desa Mamminasae Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone.
C.
Waktu
dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada
bulan Mei 2016 di
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Farmasi Poltekkes Makassar.
D. Alat dan Bahan Yang Digunakan
1. Alat yang digunakan
Autoklaf,
batang pengaduk, cawan petri, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, incubator, Laminar Air Flow, ose bulat, oven, panci pot,
penangas air, pingset, spoit, tabung reaksi dan rak tabung reaksi, timbangan
analitik.
2. Bahan yang digunakan
Air suling,
alcohol, Daun Kelor (Moringa Folium), swab steril, kertas perkamen, kultur
murni Escherichia coli, medium Nutrient Agar, paper disc.
E. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi Alat
Semua alat
digunakan diharuskan untuk melalui tahap sterilisasi yang bertujuan untuk
mematikan bentuk kehidupan mikroorganisme yang ada pada alat. Khusus alat-alat
gelas disterilkan dalam oven dengan suhu 180oC selama 2 jam. Alat
berupa ose dan pinset disterilkan dengan cara pemijaran diatas api spiritus sedangkan
alat yang mempunyai skala disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC
selama 15 menit.
2. Pembuatan medium
Cara pembuatan Medium Nutrient Agar (NA):
Untuk membuat 100 mL NA ditimbang 2 gram media NA,
kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer, dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL,
dicek pH-nya 7,0±0,2 setelah itu dimasak sampai mendidih lalu disterilkan dalam
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm.
3. Penyiapan dan Pembuatan Bahan Uji
a.
Penyiapan Bahan Uji Daun Kelor
Daun kelor segar dicuci bersih pada air mengalir, kemudian ditiriskan
hingga bebas air. Daun kelor segar yang telah ditiriskan, dipisahkan dari
rantingnya, setelah itu daun kelor siap untuk digunakan.
b.
Pembuatan Rebusan Daun Kelor
Untuk membuat konsentrasi 10%, daun
kelor ditimbang sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam panci, tambahkan aquadest
hingga 50 mL, kemudian dipanaskan diatas api langsung hingga mendidih selama 15 menit diaduk sekali-sekali lalu serkai
selagi panas dengan menggunakan kain flannel dan melalui ampas dicukupkan
volumenya hingga 50 mL. Untuk konsentrasi 20 % dan 40 %, ditimbang daun kelor
10 gram dan 20 gram, kemudian dibuat dengan cara yang sama pada saat membuat
konsentrasi 10 %.
4. Penyiapan Bakteri Uji
a.
Peremajaan bakteri uji
Bakteri uji yang digunakan adalah Eschericia coli dari stok
murni diambil satu ose, lalu inokulasi pada media NA miring, kemudian inkubasi
selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC.
b.
Pembuatan suspensi bakteri uji
Diambil 1 ose biakan bakteri hasil peremajaan disuspensikan dengan 10
mL aquadest steril.
c.
Pembuatan larutan control positif
Larutan kontrol positif (Tetrasiklin HCl) dibuat dalam 30 bpj dibuat
dengan cara:
1)
Ditimbang 50 mg Tetrasiklin HCl dan dilarutkan dengan 50 mL aquadest
(1000 bpj) sebagai larutan stok I.
2)
Dipipet 3 mL larutan stok I dan dicukupkan volumenya hingga 100 mL (30
bpj).
5. Pengujian rebusan Daun Kelor
Media NA
dituang secara aseptic kedalam cawan petri steril sebanyak 20 mL dibiarkan
membeku. Lalu diinokulasi suspensi bakteri diatas permukaan media NA yang telah
memadat dengan menggunakan swab steril. Setelah itu paper disc yang
telah direndam dalam rebusan Daun Kelor dengan masing-masing konsentrasi 10%,
20%, 40% dimasukkan secara aseptis dengan menggunakan pinset steril pada
permukaan medium dengan jarak paper disc satu dengan yang lainnya 2-3 cm
dari pinggir cawan petri. Begitu juga untuk control positif (Tetrasiklin HCl)
dan kontrol negatif (Aquadest steril). Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
selama 1 x 24 jam.
F. Pengamatan dan Pengukuran Diameter Hambatan
Pengamatan dan pengukuran diameter hambatan
dilakukan dengan menggunakan mistar setelah diinokulasi selama 24 jam.
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan
dianilisis dengan menggunakan nonparametric
Kruskal-Wallis, lalu dilanjutkan dengan menggunakan Mann Withney.
H. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengolahan
data yang telah dilakukan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penilitian
Pengujian rebusan Daun Kelor (Moringa oleifera.
Lamk) terhadap Escherichia coli.
Hasil pengamatan berupa pengukuran diameter zona hambatan rebusan Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk) terhadap Escherichia coli dengan
masa inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, hasil pengukuran dapat
dilihat pada table hasil pengukuran diameter hambatan (mm) rebusan Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk) terhadap Escherichia coli.
Tabel
I : Hasil pengukuran diameter hambatan rebusan Daun Kelor (Moringa
oleifera.
Lamk) terhadap Escherichia coli.
Replikasi
|
Diameter zona hambatan (mm)
|
Control (+) Tetrasiklin
|
|||
Control (-) Aquadest
|
Konsentrasi 10%
|
Konsentrasi 20 %
|
Konsentrasi 40 %
|
||
1
|
0
|
12
|
14
|
16
|
21
|
2
|
0
|
11
|
15
|
18
|
21
|
3
|
0
|
12
|
15
|
18
|
22
|
Rata-rata
|
0
|
11,66
|
14,66
|
17,33
|
21,33
|
Sumber Data : Data Primer 2016
B.
Pembahasan
Pada penelitian ini dilakukan uji daya hambat
rebusan Daun Kelor (Moringa Folium) terhadap pertumbuhan Escherichia coli. Penyarian zat aktif
daun kelor dilakukan dengan cara merebus langsung Daun Kelor dan dibuat dalam
konsentrasi 10% b/v,
20% b/v, 40% b/v, aquadest steril
sebagai kontrol negatif, dan tetrasiklin sebagai kontrol positif. Penentuan daya hambat
dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paper disc dan medium NA. Hasil pengukuran diameter zona hambatan memperlihatkan bahwa rebusan Daun Kelor (Moringa Folium) dengan konsentrasi 10% b/v, 20%b/v, dan 40% b/v dengan masa
inkubasi selama 24 jam menunjukkan disekitar paper disc yang berisi
rebusan Daun Kelor (Moringa Folium) menghasilkan daerah yang bening. Hal ini berarti
bahwa Rebusan Daun kelor (Moringa Folium) dapat menghambat pertumbuhan Escherichia
coli.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa rebusan Daun Kelor (Moringa Folium) menghasilkan diameter zona hambatan terhadap
pertumbuhan Escherichia coli adalah untuk
konsentrasi 10% b/v sebesar
11,66 mm, untuk konsentrasi 20% b/v sebesar 14,66
mm, untuk konsentrasi 40% b/v sebesar 17,33
mm, untuk control positif yang menggunakan tetrasiklin ditemukan zona hambatan
sebesar 21,33 mm, sedangkan
pada kontrol negatif
yang menggunakan aquadest steril tidak memperlihatkan adanya zona hambatan.
Diameter rata-rata hambatan yang diperoleh
menunjukkan bahwa konsentrasi 40% b/v lebih besar dari konsentrasi 20% b/v dan 10% b/v, begitu pula
halnya dengan diameter hambatan pada konsentrasi 20% b/v lebih besar daripada konsentrasi 10% b/v. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin
besar daya hambatannya.
Berdasarkan perhitungan
statistik dengan menggunakan spss diperoleh data normalitas yang tidak
berdistribusi normal karena nilai sig.
< 0,05 dan data homogenitas tidak homogen karena nilai sig. < 0,05 yaitu
0,012. Sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji one way anova, tapi
dilanjutkan dengan non parametric test.
Uji statistik nonparametric
test dengan menggunakan Kruskal-Wallis memperlihatkan perbedaan yang nyata
antar perlakuan dengan nilai Asymp. Sig 0,008 < 0,05. Uji lanjutan yang
dilakukan dengan menggunakan Mann-Withney test antar perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Tabel
2. Tabel perbandingan tiap perlakuan
|
|
10%
|
20%
|
40%
|
+
|
|
-
|
0,034 (s)
|
0,034 (s)
|
0,034 (s)
|
0,034 (s)
|
10%
|
0,034 (s)
|
-
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
20%
|
0,034 (s)
|
0,043 (s)
|
-
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
40%
|
0,034 (s)
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
-
|
0,043 (s)
|
+
|
0,034 (s)
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
0,043 (s)
|
-
|
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa semua perlakuan
signifikan yang artinya berbeda nyata antar setiap perlakuan. Dengan demikian perlakuan
dengan konsentrasi 40% merupakan perlakuan yang terbaik (optimal dalam
penelitian ini) karena memiliki nilai signifikan dengan kontrol positif serta
zona hambat yang paling luas dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data
yang dilanjutkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
Rebusan Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk)
dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Besarnya zona hambat masing-masing
konsentrasi yaitu untuk
konsentrasi 10% b/v sebesar
11,66 mm, untuk konsentrasi 20% b/v sebesar 14,66
mm, untuk konsentrasi 40% b/v sebesar 17,33
mm, untuk control positif yang menggunakan tetrasiklin ditemukan zona hambatan
sebesar 21,33 mm, sedangkan
pada kontrol negatif
yang menggunakan aquadest steril tidak memperlihatkan adanya zona hambatan.
B.
Saran
Diharapkan pada penelitian selanjutnya agar dapat
meneliti pengaruh rebusan Daun Kelor (Moringa oleifera. Lamk) terhadap
bakteri lainnya.
Terima kasih artikelnya bagus
BalasHapussaya sedang blogwalking om...
nitip link ya..
ditunggu kunjungan baliknya di cara membuat:
teh kelor organik yang segar dan menyehatkan badan
bubuk/serbuk/tepung daun kelor organik
daun kelor organik
cara membuat sayur daun kelor organik
cara membuat agar-agar daun kelor organik